Untuk Sebuah Nama

Hai, perempuan.
Siang ini izinkan aku kembali menuliskan
sebuah puisi yang kutujukan untukmu.

Batang, dahan, dan ranting mengering
akarnya mulai terkoyak dari tanah
kuncup-kuncup sajak
telah digugurkan sebelum menjadi puisi

Ejaan-ejaan yang samar
semakin jelas membentuk sebuah nama
menggantikan yang tertinggal dari masa lalu
yang terasa makin tumbuh dan mulai sering melukai

Ladang sunyi kini tak lagi ada
kegetiran yang disombongkan–hilang
perlahan, sajak-sajak bahagia tercipta
dan kesedihan hanya jadi bait pembuka

Lamat-lamat terdengar baik doa-doa
yang terbang dibawa kunang-kunang
serupa adzan yang membangunkan pengharapan
pada manusia yang percaya

Aku ingat; tak ada sajak bahagia sebelumnya
airmata jingga telah melahirkan sajak kesepian
–menciptakan kepedihannya sendiri
lalu kau datang sebagai Nubuat karya semesta
dan menjadikanmu akrostik penghuni tulisan ini

Terima kasih

Salam
~ dari seorang yang peduli

PS:
Semoga kamu tak pernah bosan menerima tulisan dariku

Berjalan di Sampingmu

Tags

walking

Hai perempuan, bagaimana kabarmu hari ini?
Aku? Aku baik-baik saja, setidaknya itu yang ingin kuperlihatkan ketika berada di depanmu. Perkara di belakangmu, aku tak tahu.
Ah, sudahlah! Anggap saja aku baik-baik saja.

Oiya, kau percaya akan cinta pada pandangan pertama? Karena aku percaya.
Pertama kulihat ava twitter-mu saja aku sudah jatuh cinta (terlebih ketika aku melihatmu–memandangmu tanpa perantara). Lucu bukan?
Kau yang saat itu duduk di antara teman-temanmu, mengenakan pakaian berwarna putih, dengan jeans biru, telah menyita perhatianku. Padahal kita belum berkenalan secara langsung.

Kabar yang akhirnya kudengar adalah kau sudah memiliki kekasih. Tahu bagaimana tanggapanku? Munafik kalau kubilang aku baik-baik saja. Hanya saja, aku tak bisa berjalan lebih dekat. Biarlah aku berjalan di sampingmu sebagai pendengar semua ceritamu tentangnya–bagaimana dia, bagaimana kalian. Aku cukup bersyukur dengan kedekatanmu yang semacam ini, sambil berdoa; kau tak menempatkanku pada zona kakak-adik. Duh~

Ah sudah ya, curhatanku kali ini. Jangan bosan menerima surat dariku.

Salam
~ seorang yang peduli padamu

Kau dan Aku Sama. Sama-Sama Keras Kepala.

Tags

Malam ini mataku seperti enggan memejam
teringat akan kisah yang kauperdengarkan.
Jika boleh aku bercerita, aku ingin berbagi.
Mungkin tak sama, tapi semoga bisa kau jadikan pelajaran.

Aku pernah mencintai seorang perempuan,
yang nyata tak bisa kumiliki
karena pembatas yang begitu tinggi.
Tapi dengan kebodohan dan keras kepala yang kupunya,
aku menunggunya.

Beberapa sahabatku berulang kali mencoba meyakinkan
Berjalanlah, untuk apa kau di sini? Kau tak lagi diharapkan.
Hingga kebodohanku berusia lebih dari seribu malam.
Sebentar bukan?

Dan bila kau izinkan aku bertanya padamu,
Untuk apa kaubiarkan hatimu terluka demi seseorang yang bahkan tak merasakan kehadiranmu?
Untuk apa kauperjuangkan sendiri hal yang seharusnya kauperjuangkan bersama pasanganmu?

Aku tak memintamu untuk pergi,
tapi biarkan logikamu bicara sedikit.
Itu saja.

Salam
~ dari seseorang yang peduli padamu

Terima Kasih

Tags

Sepagi ini, lagi-lagi sudah kaubuat aku tersenyum
kali ini aku hanya ditemani secangkir kopi
pada sebuah taman namun dikelilingi oleh banyak kebahagiaan
Ada anak kecil berlarian, sepasang kekasih sedang bercanda
juga seorang anak yang sedang memapah ibunya berjalan

Perihal bahagia, aku teringat tentang mimpiku tadi malam
seusai dua rakaat kewajiban sebagai pembuka hari
Sambil kaukecupkan bibirmu di keningku kaukatakan:
“Sayang, jika kelak kau merasa sendiri,
ingatlah pagi ini; kau, aku, dan Tuhan pernah saling memeluk.”

Entahlah, sebuah kecup darimu
selalu bisa membuatku tak pernah berhenti bersyukur
bahwa kita dipertemukan bukan tanpa restu
Ah..
Sepertinya semesta tak pernah selesai memberi kejutan
Kau; perempuan yang ditunjuk berperan sebagai jawaban
–yang kupilih untuk menyimpan hati yang kujatuhkan

Terima Kasih

PS:
~ Kuharap kau tak bosan menerima suratku

4 Agustus 2014

Hei, kamu.

Siang ini ditemani sebotol minuman kopi kemasan dan playlist berisikan lagu-lagu kesukaanmu memanjakan telinga, tiba-tiba saja aku diingatkan tentang surat-surat yang kujanjikan untukmu. Ya, kecuali surat bertema, aku akan mencoba menuliskan surat-surat untukmu yang lain.

Ah, karena aku bingung harus dari mana lagi memulai surat ini, mungkin aku akan bercerita sedikit tentang awal kita bertukar pesan (#terjebakDM gitu sih kalau temenku bilang. Bhahahaaak). Kalau tak salah waktu itu pertama kali aku mengirimkan pesan untukmu lewat twitter tanggal 4 Agustus 2014, masih ingat kah? Tidak? Sama! 😀

Lalu tanggal 7 Agustus 2014 aku mampir ke tempatmu magang di Puspa Agro ketika sepulang aku dari Mojokerto, sayangnya Tuhan belum juga mengizinkan kita bertemu. Tapi tak apa, setidaknya aku jadi tahu di mana letak Puspa Agro. *ngeles* *padahal nangis geru-geru* Bhahahaaak.

Setelahnya, beberapa kali aku mengajakmu ke acara Malam Puisi yang tiap 2 bulan sekali diadakan karena kebetulan aku menjadi salah satu tim repot-repotnya. Dan akhirnya, 10 Januari 2015 lalu kita dipertemukan.

Emm.. Kucukupkan suratku kali ini, cerita lengkapnya besok-besok aja ya? Datdaaaaa.

Salam

PS:
~ Ini film-nya kapan kamu ambil? :p

Sempurnakan Mimpiku!

Tags

Dear you,
Sesuai janjiku; aku akan memberimu surat lagi, lagi, dan lagi.
Dan ini adalah surat keduaku untukmu.

Entah, dari mana harus kumulai
karena hari-hari begitu cepat berlalu
rasanya baru kemarin kita bertemu
tapi rindu seperti tak ingin membuang waktu
sedangkan satu hari bukanlah dua puluh empat jam ketika merindu

Kuakui, semesta seketika berubah
ketika kau menjadi porosnya
secara sadar kau rengkuh mimpiku
–menuliskan namamu dengan tinta emas sebagai tujuan
pun langit sore menjadi saksi
bahwa kau telah menyempurnakan mimpi

Terima kasih.

PS:
~ Sampai jumpa di surat berikutnya.

Kepada Perempuan Pecinta Langit

Tags

Sore ini bibirku kembali dibuat tersenyum, mengingat perbincangan kita beberapa malam terakhir yang kadang tak masuk akal–terlebih tentang hati. Yang sama-sama kita tahu bahwa berbicara tentang hati memang jarang melibatkan logika.

Perihal senyum, masih kuingat saat pertama kali kita bertemu. 1 November 2014 di Malam Puisi Surabaya bertajuk Lovember. Saat itu tugasku sebagai operator di depan laptop membuatku tak bisa menghampirimu. Tangan kita tak berjabat, hanya sebuah lambaian tangan dari kejauhan yang menandakan kau juga menyadari keberadaanku–pun sebagai tanda perkenalan. Satu senyum kau lempar sebagai penghangat, sedang aku hanya diam, bibirku terjahit benang yang dirajut sempurna oleh Tuhan lewat seuntai senyum milikmu. Iya, kau terlihat cantik malam itu. Sayangnya kita tak sempat berbincang setelah acara selesai karena kau lebih dulu meninggalkan acara, sedang aku berkutat dengan peralatan yang harus kubereskan. Lalu setelahnya kita hanya bertukar pesan singkat atau mention melalui media sosial.

Pertemuan selanjutnya ialah pada 10 Januari 2015 di Malam Puisi Surabaya; Tribute to Sitor Situmorang, dan lagi-lagi aku terlibat di dalamnya. Yang berbeda; kali ini aku punya kesempatan berbincang denganmu–meski tak lama. Kau yang datang mengenakan pakaian warna biru dipadu jeans warna senada terlihat cantik. Semoga bukan hanya mataku yang mendefinisikan demikian, karena jika itu terjadi, mungkin aku menyukaimu. Hahaha.

Ah sudahlah! Jangan kau tanya bagaimana aku bisa mengingat semuanya, karena sejak aku mengenalmu sudah kuputuskan aku akan mengingat semua tentangmu. Itu saja.

Salam

PS:
~ Kujanjikan ini bukan surat terakhirku untukmu.

Selamat Ulang Tahun, Ulan

Thumb 05

Dua puluh sembilan Oktober adalah hari ketiga ratus dua tahun ini–mengulang tanggal di mana kau mulai diizinkan untuk menikmati dunia berpuluh tahun yang lalu.

Kuakui aku sengaja tak memberikan ucapan ulang tahun tepat pukul dua belas tadi malam, aku memilih untuk memberimu tulisanku sebagai hadiah ulang tahun mendekati pergantian hari. Aku ingin menjadi yang terakhir memberimu ucapan, saat tak ada lagi yang mengingatnya. Karena aku tak bisa–tak terbiasa memberi kejutan ulang tahun. Pun malam ini hanya bisa memberimu doa, sambil berdoa Tuhan akan mengabulkannya untukmu.

Thumb 04

Tak ada kado atau hadiah berpita warna ungu kesukaanmu. Tak juga kue tart dengan lilin angka penanda usia, pun dengan bunga yang kukirim untukmu. Namun semoga tak mengurangi kebahagiaanmu hari ini. Satu hal yang kupelajari dari teman-teman kota jancuk; mereka tak pernah lupa untuk mengingatkan untuk bahagia–juga jatuh cinta. Karena itu, berbahagialah! Jatuh cintalah!

Thumb 03

Aku tahu bagimu; usia bukan hanya perihal angka dan kerut di wajah, tapi usia adalah tentang tanggung jawab yang tak pernah usai.

Harapanku; kau tak menyerah menghadapi tantangan dunia. Tetaplah tersenyum, meskipun tantangan dan tanggung jawab terkadang membuat lelah. 

Thumb 02

Selamat ulang tahun Ulan Octavia.

Salam dan peluk terhangat dari Surabaya.

Masni Metha

Thumb 01

Selamat Ulang Tahun Pernikahan, Sahabat.

Pernikahan.
Hmm, tak banyak yang kutahu tentang apa itu pernikahan. Yang kutahu pernikahan itu menyatukan dua keluarga, bukan dua kepala. Karena di dalam dua kepala itu tersimpan masing-masing satu keluarga. Bukan lagi persoalan aku atau kamu tapi kita, terlebih yang melibatkan keduanya. Mungkin itu yang bisa kugambarkan tentang pernikahan, jika aku melihat–berkaca pada bapak dan ibuku yang usia pernikahannya sudah sampai di usia 36 tahun pada 22 Nopember 2014 besok.

Dan hari ini aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun pernikahan pada seorang sahabat–Penagenic. Selamat Ulang Tahun Pernikahan yang ke-8, Maspen dan MbakNyit.

maspen

Aku ingat; Sabtu, 29 Juni 2013, di sebuah acara bernama “Malam Puisi Surabaya; Surabaya Romantis” kita berkenalan. Ya, baru setahun, tapi aku seperti sudah lama mengenalmu. Begitu banyak hal yang kau bagikan padaku, entah kisah tentang masa lajangmu, pun tentang nilai-nilai yang biasa kau petik dari pernikahanmu dengan seorang wanita yang biasa kau panggil “mbak istri” (dan aku sangat berterimakasih untuk itu, mas. Semoga bisa menjadi bekal untukku kelak. Aamiin). Dan mengenai pernikahan, aku ingat benar kata-katamu, “Pernikahan adalah suatu yang suci–sakral, karena disaksikan oleh 7 malaikat di sekitar kita saat kita mengucap Ijab Kabul”. Itu bisa menjadi pesan untukku agar tidak menganggap pernikahan itu sebuah permainan.

Ah, jika mendengar cerita masa mudamu. Meskipun aku bukan Ki Joko Bodo, aku bisa tahu bahwa mbak istri adalah orang hebat; seorang wanita yang bisa menaklukan hati seorang Penagenic, seorang yang bisa membuat seorang Penagenic selalu menyebut namanya ketika berbicara tentang kebahagiaan. Juga hadirnya bidadari kecil bernama Ayin, yang selalu mengingatkanmu untuk tak pernah berhenti melakukan yang terbaik. Dan dari caramu memperlakukanku (dan keluarga Kota Jancuk) pun aku tahu bahwa seorang Penagenic adalah seorang suami dan ayah yang baik–yang selalu menginginkan yang terbaik untuk keluarganya.

140705-130316

Sekali lagi “Selamat Ulang Tahun Pernikahan”. Doa terbaikku selalu untuk kebahagiaan kalian, sekarang dan seterusnya. Pelukan dari jenis terhangat untuk kalian.

Salam

Masni Metha

PS: Sampaikan kecup terhangatku pada Ayin; bidadari kecil di tengah-tengah kalian.

Selamat Ulang Tahun

Tags

Hai, kamu.

Ini surat pertama yang kukirim untukmu tahun ini di #30HariMenulisSuratCinta. Masih ingat, tahun lalu pun aku mengirimkan surat untukmu bukan? Oiya, hari ini bertepatan dengan ulang tahunmu. Selamat Ulang Tahun untukmu, aku yakin banyak doa baik yang ditujukan untukmu. Aku pun ingin memberikan doa terbaik untukmu, semoga kamu selalu mendapatkan yang terbaik, dan pastinya selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.

Ah, lama juga kita tak bertemu. Sekedar berbagi cerita, atau berbagi tawa. Terakhir kali kita bertemu, 24 Mei 2013 di Late Night Shopping Tunjungan Plasa, sebelum kita bertemu lagi 21 Februari 2014 kemarin (pun di Tunjungan Plasa). Tak usah heran jika aku masih mengingat tanggal, dan tempatnya dengan tepat. Aku sedikit punya kelebihan jika diminta untuk mengingat tanggal. Sampai aku diberi sebutan “Perangkum Kenangan” oleh salah satu temanku. Hahaha..

Lama tak ada kabar darimu, kudengar kamu akan melangsungkan pernikahan. Dengan potongan-potongan kertas kecil sebagai bukti pembayaran yang menumpuk teratur di atas meja, saat pertemuan kemarin. Sudah kuperkirakan bahwa acara yang kamu impikan tersebut, tak lama lagi. Dan benar saja, kamu menunjuk satu tanggal di bulan depan sebagai hari besarmu. Kuucapkan selamat untukmu, semoga dilancarkan semua urusan. Aamiin.

Baiklah, kurasa kucukupkan suratku kali ini. Selamat (sekali lagi) kuucapkan.

 

Salam.

~ dari temanmu

PS:

–    Undangannya ditunggu ya. 🙂